Posts

Guru, Jangan Jadi Sekadar "Pengimplementasi Kurikulum"

Saya pernah mengajar mata kuliah terkait kurikulum. Peserta mata kuliah tersebut adalah calon guru matematika, mahasiswa tingkat tiga di Fakultas Pendidikan. Sebelum mengajar, saya memberikan calon guru artikel "Teacher as Transformatory Intellectuals" karya Henry Giroux dan mengajak mahasiswa mendiskusikannya.  Saya berharap setelah mengikuti mata kuliah yang saya ampu, calon guru punya kesadaran bahwa mereka boleh memilih atau tidak memilih untuk mengikuti kurikulum resmi (baik yang disediakan oleh pemerintah, lembaga tertentu, ataupun sekolah) selama keputusan tersebut diambil berdasarkan basis keilmuan pendidikan yang mereka pelajari selama ini. Kurikulum resmi apapun tidak boleh dianggap kebenaran mutlak.  Artikel yang ditulis oleh  tersebut mengatakan bahwa ada dua pandangan mengenai guru. Pandangan pertama, guru sebagai teknisi yang tugasnya hanya mengimplementasikan kurikulum yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini guru tidak dianggap tidak memiliki kapasitas intelekt

Pak Sumardianta dan Saya (Bagian 3)

Image
Berkolaborasi menulis buku "Mendidik Pemenang Bukan Pecundang" bersama Pak Sumar berarti bahwa saya punya lebih banyak kesempatan ketemu Pak Sumar dan mengenal banyak orang baru. Kini, setiap ke Jogjakarta, saya selalu mengabari Pak Sumar. Ketika Pak Sumar tidak sibuk, dia dan istrinya (juga anaknya) akan menemui saya di Jogjakarta dan mengajak saya berjalan-jalan. Pernah saya diajak menemani Pak Sumardianta dan istrinya pergi kondangan, ke pernikahan anak seorang seniman di kaki gunung Merapi, di dusun Juwiran, Klaten. Saya melihat misa pernikahan yang dipimpin oleh Romo Sindhunata (yang sempat diperkenalkan kepada saya juga). Acaranya di semacam lereng gunung. Begitu banyak warga berkumpul di sana, duduk di atas kursi-kursi yang ditaruh di atas tanah, mengenakan pakaian tradisional, berarak-arak, dan membawa beragam seserahan. Sebuah upacara adat yang sangat menarik dan tidak pernah saya temui di kota besar.  Saya juga punya kesempatan berkenalan dengan banyak orang baru. S

Pak Sumardianta dan Saya (Bagian 2)

Image
  Tampaknya saya menemukan alamat twitter Pak J. Sumardianta dari buku "Guru Gokil Murid Unyu". Sebenarnya saya agak lupa. Saya mengirimkan twit perkenalan ke Pak Sumardianta, mengatakan bahawa saya baru membeli bukunya di toko. Sejak itu saya sering mengirimkan twit ke Pak Sumardianta, isinya link postingan tulisan saya di blog. Siapa tahu Pak Sumardianta mau meretweet. Pembaca blogku bisa lebih banyak kan? Bisa dikatakan saya 'memanfaatkan' popularitas Pak Sumardianta.  Ternyata Pak Sumardianta membaca tulisan-tulisan saya dan mengajak saya berkolaborasi menulis buku bareng. Saya iyakan.  Saat Pak Sumardianta ke Jakarta untuk menjadi pembicara di acaranya Universitas Negeri Jakarta (UNJ), bersama suami saya datang ke sana. Acara sudah selesai dan Pak Sumardianta harus kembali ke bandara Soekarno Hatta untuk pulang ke Jogjakarta. Suami dan saya sepakat mengantarkan Pak Sumardianta ke bandara menggunakan Bus Damri. Di dalam bus Damri tersebutkah Pak Sumardianta dan sa

Pak Sumardianta dan Saya (Bagian 1)

Image
Saya mengenal Pak J Sumardianta cukup lama. Tahun 2012 saya menjadi peserta Konferensi Guru Nasional (KGN) di Atma Jaya. Salah satu sesi yang saya ikuti diisi oleh seorang guru SMA SMA De Britto, Yogjakarta. Guru tersebut Pak Sumardianta.   Pak Sumardianta bercerita tentang program live in di sekolahnya. Di sekolah tersebut, program live in bukan sekadar tinggal bersama warga, tetapi turut hidup bersama warga. Siswa-siswa SMA De Britto, yang semuanya laki-laki, ikut hidup bersama pemulung, tinggal di panti jompo, dan berbagai tempat lainnya. Kalau mereka tinggal di rumah pemulung, mereka akan ikut bekerja bersama pemulung, memakan apa yang dimakan pemulung, tidur di rumah pemulung, tidak diistimewakan. Anak yang tinggal di panti jompo, ikut bekerja di sana, menemani orang-orang tua membersihkan diri (menceboki orang tua di panti jompo). Sambil tinggal di sana, para siswa secara tidak langsung merenungi hidupnya. Siswa yang tadinya jijikan dengan kotoran, setelah ikut memulung, belajar

Membaca "Mengubah Kebijakan Publik: Panduan Pelatihan Advokasi"

Image
  Tak sampai 3 jam, saya menamatkan buku "Mengubah Kebijakan Publik: Panduan Pelatihan Advokasi" yang disunting oleh Roem Topatimasang, Manshour Fakih, dan Toto Rahardjo.  Seharusnya, saya tidak membaca buku tersebut dengan terburu-buru. Saya seharusnya membaca buku tersebut dengan perlahan, sambil menerapkan hal-hal yang ada di dalam buku. Seharusnya saya membaca sambil benar-benar melakukan upaya advokasi kebijakan, khususnya terkait kebijakan pendidikan nasional, lalu merefleksikannya. Tidak apa-apa! Saya tetap bisa merasakan manfaat dari membaca buku tersebut. Sekarang saya sedang berkutat dengan RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dibantu oleh beberapa teman seperjuangan, saya sedang mencoba membangun kesadaran banyak orang, khususnya teman-teman yang bergerak di pendidikan, bahwa RUU Sisdiknas (Agustus 2022) tersebut tidak menuju arah pendidikan nasional yang lebih baik. Usaha yang sulit memang, beberapa orang percaya saja pada apa yang diucapkan oleh pejabat pu

Mencoba Mengenal Budaya Indonesia Melalui Bacaan: Sebuah Refleksi

Image
Setelah melakukan Uji Coba Training of Trainers (TOT) Gernas Tastaba (Juli - Agustus 2021) ada beberapa perbaikan bahan yang kami lakukan.  TOT kami terdiri dari enam pertemuan.  Temanya  ada tiga. Pertama, "Menjadi Pembaca Aktif" untuk mendorong teman-teman guru SD untuk menjadi pembaca aktif sebelum mengajarkan siswanya membaca. Kedua, "Membaca Dasar" untuk belajar kembali caranya mengajar anak yang belum bisa membaca sehingga bisa membaca. Ketika, "Membaca Bermakna" untuk membantu guru belajar caranya memfasilitasi anak agar bukan hanya bisa membunyikan bacaan, tetapi bisa memaknainya.  Awalnya, masing-masing tema disampaikan dalam 2 pertemuan masing-masing 5 jam. Namun, kini tema pertama disampaikan dalam satu pertemuan, tema kedua dalam 2 pertemuan, dan tema ketiga dalam tiga pertemuan. Kami juga menggunakan dan memodifikasi bahan yang telah dikembangkan oleh Credo Foundation untuk tema Membaca Dasar (lihat  https://www.youtube.com/channel/UCbME3gwMJD

TOT Gernas Tastaba: Bagaimana Proses Pelatihannya?

Image
TOT Gernas Tastaba dibagi menjadi tiga topik besar. Pertama, "Menjadi Pembaca Aktif" yang bertujuan untuk mengajak teman-teman guru SD untuk bukan sekadar gemar membaca tetapi juga menjadi pembaca yang aktif. Artinya, bukan hanya membaca. Apa yang dibaca juga dipikirkan dan dipertanyakan, mungkin juga dirasakan, hasil bacaan dibicarakan dengan orang lain, juga menghasilkan karya setelah membaca. Kedua, "Membaca Dasar". Di sini, peserta belajar kembali bagaimana caranya mengajarkan anak yang belum bisa membaca menjadi bisa membaca. Dalam hal ini, kami juga didukung oleh Credo Foundation yang mengizinkan kami menggunakan beberapa bahan yang mereka miliki untuk kegiatan Gernas Tastaba. Di sini kami membahas sekilas mengenai 4 aspek literasi (mendengar, berbicara, membaca, dan menulis) serta hubungannya satu sama lain. Peserta juga diperkenalkan dengan lambang aksara baru "huruf telur" sehingga bisa menyadari proses belajar membaca (dasar) membutuhkan proses